JERNIHNEWS.COM- Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) peduli terhadap nasib masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, lebih dari 7.000 orang didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Hebatnya, selama satu tahun pertama iuran itu dibayarkan oleh Pemprov melalui APBD Sumbar, kemudian baru dilanjutkan secara mandiri oleh masing-masing nelayan pada tahun berikutnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Reti Wafda mengatakan program ini tidak hanya diperuntukan bagi nelayan yang beraktivitas di laut, tapi juga nelayan danau. Seluruhnya diperlakukan sama, karena memang profesi nelayan memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
"Resiko yang di cover ada 2, pertama kecelakaan kerja dan yang kedua untuk kematian. Kita ingin nelayan kita dapat berusaha dengan tenang, jika pun terjadi masalah, ada jaminan asuransi yang meringankan pihak keluarga," ungkap Kadis DKP Sumbar, Reti Wafda saat memberikan sosialisasi terhadap 300 orang nelayan sungai limau di Padang Pariaman, Kamis (14/11/2024).
Reti Wafda menjelaskan, program perlindungan sosial bagi nelayan ini telah berjalan selama 2 tahun berturut-turut atau sejak 2023 lalu. Dari total 45.000 orang nelayan di Sumbar, hingga tahun 2024, sebanyak 7.109 orang di antaranya telah didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, dengan rincian sebanyak 4.109 pada tahun 2023 dan 3.000 nelayan lainnya pada tahun 2024.
Khusus tahun 2024, nelayan yang menjadi objek sasaran programnya berasal dari 8 Kabupaten/Kota di Sumbar. Adapun rincian jumlah orang per daerahnya adalah sebagai berikut, Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 1.242 orang, Pesisir Selatan 892 orang, Agam 250 orang, Padang Pariaman 300 orang, Mentawai 107 orang, Lima Puluh Kota 50 orang, dan Tanah Datar 51 orang, serta Kota Pariaman sebanyak 108 orang.
Nelayan penerima bantuan iuran ini ditetapkan berdasarkan usulan dari Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumbar. Besaran iuran per orang setiap bulannya Rp 16.800, iuran tersebut dibayarkan oleh Pemprov melalui APBD Sumbar untuk masa 1 tahun, setelah itu, diharapkan nelayan dapat melanjutkan pembayaran iurannya secara mandiri dengan menyisihkan uang dari pendapatannya.
"Total anggaran yang dialokasikan Pemprov Sumbar pada tahun 2024 untuk pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan nelayan berjumlah sebanyak Rp.453.600.000," terang Reti.
Asuransi atau jaminan sosial untuk nelayan ini diberikan berdasarkan amanat Perda Sumbar Nomor 4 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Perda ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam yang mengatur tentang risiko-risiko yang yang dihadapi nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam diantaranya berupa kecelakaan kerja, meninggal dunia dan lainnya.
"Diharapkan, perlindungan yang diberikan melalui asuransi atau jaminan sosial ini berdampak terhadap kesejahteraan nelayan dan bisa menjadi solusi bagi mereka jikalau tertimpa musibah," tukuk Reti.
Kedepannya, Pemprov Sumbar akan berupaya secara bertahap mengikutsertakan seluruh nelayan di daerahnya untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Tidak bisa sekaligus, karena mesti menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Sementara itu Kepala BPJS Ketenagakerjaan Padang, Muhammad Syahrul mengatakan dengan besaran iuran Rp.16.800 per bulan, peserta berhak menerima santunan dengan besaran sesuai dengan kebutuhan biaya pengobatan jika seandainya mengalami kecelakaan kerja. Sementara untuk kasus kematian, ahli waris akan menerima santunan sebesar 42 juta rupiah.
"Artinya ini merupakan bentuk nyata perlindungan sosial dari pemerintah provinsi terhadap nelayan yang ada di daerahnya. Dengan adanya ini, nelayan akan sangat diuntungkan, apalagi iuran tahun pertama ditanggung oleh Pemprov. Tidak banyak daerah yang bertindak seperti ini dan kami sangat mengapresiasi Pemprov Sumbar," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Padang, Muhammad Syahrul.
Ia menegaskan bagi nelayan yang menunggak pembayaran, tidak usah cemas. Sebab, pihaknya tidak menerapkan skema terhutang, untuk melanjutkan keikutsertaan, nelayan cukup membayarkan iuran pada bulan berjalan, tidak perlu melunasi tunggakan bulan-bulan sebelumnya.
"Hanya saja, jika peserta tidak membayar iuran dan ternyata pada bulan tersebut ia mengalami kecelakaan kerja atau kematian, santunannya tidak dapat dibayarkan. Itu kan sangat beresiko sekali," jelas Muhammad Syahrul.
Pihaknya berharap, bagi para nelayan yang sudah terdaftar dapat melanjutkan pembayaran iurannya secara mandiri pada tahun kedua. Biasanya, ketika sudah menerima atau melihat langsung manfaat dari keikutsertaan BPJS Ketenagakerjaan kesadaran masyarakat akan meningkat secara otomatis.
"Jangan jadikan ini kewajiban tapi jadikanlah ini kebutuhan. Berkomitmenlah untuk melanjutkan secara mandiri kendati subsidi pemerintah telah berakhir. Manfaatnya akan sangat terasa ketika nanti terjadi kecelakaan," pungkas Syahrul.
Diketahui, selama tahun 2023 lalu, tercatat sudah 2 kali pembayaran santunan jaminan kecelakaan kerja (JKK) yang dikeluarkan BPJS Ketenagakerjaan untuk nelayan di Sumbar. Di antaranya, 1 nelayan di Pesisir Selatan dengan besaran santunan Rp 7,2 juta dan nelayan di Agam dengan santunan Rp 2,8 juta. Sedangkan pembayaran santunan kematian (JKm) sudah ada sebanyak 7 klaim dengan total Rp 294 juta, masing-masing 1 klaim di Agam, Mentawai, Kota Pariaman, Limapuluh Kota dan Kota Solok, serta 2 klaim di Pasaman Barat. (adpsb/bud)