Oleh: Yon Erizon
JERNIHNEWS.COM-Menjelang 165 hari pelaksanaan Pemilu Serentak (Pileg-Pilpres), peta politik masih dinamis. Terutama untuk Pemilihan Presiden (Pilpres). Kendati jadwal pendaftaran Capres-Cawapres semakin dekat, tapi bongkar pasang koalisi masih terus terjadi. Teranyar adalah munculnya duet Anies-Cak Imin yang menggegerkan. Apakah duet itu sebuah langkah besar?
Sebelumnya ada tiga koalisi yang telah terbentuk, yakni Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan PDIP dan PPP, Koalisi Perubahan dengan anggota Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat serta berikutnya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang anggotanya Partai Gerindra, PKB, Partai Golkar dan PAN.
KIB Capresnya Ganjar Pranowo, kader PDIP yang kini tengah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Sedangkan Koalisi Perubahan Capresnya Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang juga pernah menjadi Menteri Pendidikan di kabinet jilid satu Jokowi. Berikutnya, Koalisi KKIR capresnya adalah Prabowo Subianto yang menjabat Menteri Pertahanan RI.
Kendati ketiga koalisi telah mendeklarasikan capres, namun belum satu pun yang mengumumkan cawapresnya. Sementara itu survei yang dilaksanakan berbagai pihak, rutin menempatkan capres Anies pada urutan paling buncit alias terbawah. Sedangkan posisi capres Prabowo dan Ganjar terus kejar-kejaran. Kadang Ganjar yang unggul pada survei, dan terkadang justru Prabowo yang menang. Namun sejak merapatnya Partai Golkar dan PAN ke KKIR, survei capres Prabowo terus melejit meninggalkan Ganjar. Sedangkan Anies tetap pada urutan ketiga survei.
Di tengah-tengah kondisi yang demikian, tiba-tiba dua hari lalu tersiar kabar Partai Nasdem telah membangun kekuatan baru dengan mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Anies-Cak Imin) untuk Capres-Cawapres 2024.
Jelas saja info Cak Imin yang merupakan Ketum PKB berpasangan dengan Anies, bikin ruang politik nasional geger. Salah satu pihak yang paling kaget adalah anggota Koalisi Perubahan, yakni Partai Demokrat. Sebab telah lama digadang-gadang Anies akan berpasangan dengan AHY, Ketum Partai Demokrat (PD). Internal PD pun mulai bersuara tentang adanya semacam pengkhianatan dalam persoalan ini.
Terlepas dari kondisi internal pada Koalisi Perubahan pasca munculnya kabar duet Anies-Cak Imin, yang jelas dinamika Pilpres semakin menarik untuk disimak. Barangkali tidak saja PD yang kaget, tapi mungkin juga Partai Gerindra. Sejauh ini memang belum ada info atau pun isu yang muncul tentang kemungkinan duet Anies-Cak Imin. Wacana yang menguat hanya soal kemungkinan Cak Imin dan PKB akan bergabung ke KIB mendukung Capres Ganjar, sejak merapatnya Partai Golkar dan PAN ke KKIR. Namun yang terjadi justru Anies-Cak Imin.
Langkah Surya Paloh atau Partai Nasdem menduetkan Anies-Cak Imin tentu didasari pertimbangan yang sangat matang. Nasdem tentu ingin capres yang diusungnya menang pada Pilpres 2024. Sebelum bisa bertanding dan memenangi Pilpres yang paling utama terlebih dahulu adalah capres Anies dan cawapresnya mendapatkan tiket untuk bisa ikut Pilpres.
Kondisi Koalisi Perubahan sebelum merapatnya PKB, sangat rentan. Jika salah satu partai koalisi cabut, karena tidak ada kesesuaian maka koalisi akan langsung bubar. Tiket pilpres pun tak bisa didapat. Pencapresan Anies yang telah berlangsung lama menjadi sia-sia. Cita-cita perubahan hanya akan menjadi mimpi yang berjilid-jilid. Karena itulah Paloh dengan Nasdem memilih Cak Imin sebagai Cawapres dengan gerbongnya PKB.
Dengan koalisi Nasdem+PKB langsung kelar tiket pilpres, karena jumlah kursi DPR-nya menjadi 117 (Nasdem 59 + PKB 58). Persyaratan pendaftaran pasangan Capres-cawapres hanya 20 persen dari 580 kursi DPR RI atau 116 kursi.
Jika PKS (50 kursi DPR RI) dan PD (54 kursi DPR RI) mau menerima dengan jiwa kenegaraan maka ini akan menjadi kekuatan besar di Pilpres 2024. Peta survei akan langsung berubah drastis, bahkan berbalik dari sebelumnya.
Pertimbangan menduetkan Anies-Cak Imin sangatlah rasional. Jika ditilik kekuatan politik Koalisi Perubahan Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat adalah partainya kalangan kelompok menengah ke atas. Sedangkan PKB adalah partainya grassroots. PKB juga lebih dekat dengan kalangan pesantren dan juga lebih membumi di Jawa Timur dan Jawa Tengah, di mana selama ini menjadi titik lemah Anies. Artinya ini adalah kombinasi yang luar biasa.
Langkah kuda Surya Paloh dan Anies dalam percaturan politik menjelang pendaftaran Pilpres yang menggegerkan peta politik, tentu juga akan menyulut semangat untuk menang pada KKIR dan KIB. Kedua koalisi itu tentu akan melakukan berbagai evaluasi serta langkah-langkah strategis sehingga kondisinya semakin mantap untuk bisa menjadi pilihan pertama oleh rakyat. *